Pedagogi dan Andragogi


Pedagogi (/ˈpɛdəɡɒdʒi/) secara harfiah berarti ilmu pengetahuan dan seni dalam mengajarkan anak-anak dan biasa digunakan sebagai sinonim dari pengajaran.  Kata pedagogi berasal dari bahasa Yunani “paidos” yang berarti anak-anak dan “agogos” yang berarti menuntun atau memimpin. Dalam model pengajaran pedagogi, guru diasumsikan sbagai seseorang yang bertanggung jawa untuk membuat keputusan tentang apa yang akan diajarkan dan kapan hal tersebut akan diajarkan.
Prinsip pengajaran pedagogi berpegang pada fakta bahwa:
1.                  Anak-anak belum memiliki konsep diri yang stabil serta masih menggantungkan diri kepada orang lain.
2.                  Anak-anak belum memiliki pengalaman untuk dijadikan sumber belajar.
Pengajaran model ini banyak digunakan pada bangku sekolah dulu. Dulu, ketika bersekolah di bangku SD misalnya, anak akan memusatkan perhatian atas apa yang dikatakan sang guru. Murid akan terkesan pasif dan menerima apa yang dikatakan guru di depan kelas. Di sini terbentuklah pola seolah-olah murid adalah gelas kosong yang harus diisi oleh sang guru. Murid akan duduk mendengarkan penjelasan guru yang terkesan mengetahui segalanya dan patuh atas perintah guru. Guru seolah-olah berkuasa penuh terhadap seisi kelas. Guru akan memberikan lebih banyak perintah kepada murid yang berada di dalam kelas seperti misalnya, menyuruh murid untuk mengerjakan suatu tugas baik secara individu maupun kelompok, memberikan pekerjaan rumah (pr) bila perlu, dan menyuruh murid untuk mengerjakan sebuah soal di depan kelas. Seperti yang telah dimuat sebelumnya, dalam pedagogi apa, kapan, dan bagaimana materi ajar akan disampaikan telah diatur secara sistematis oleh guru, maupun kurikulum yang berlaku. Murid akan dibebani oleh mata pelajaran yang telah diatur sebelumnya dan tidak dapat diubah secara fleksibel sesuai dengan kebutuhannya.
 
Andragogi (/ˈandrəgɒdʒi/) adalah proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam suatu struktur pengalaman belajar. Kata andragogi berasal dari bahasa Yunani “andra” yang berarti orang dewasa dan “agogos” yang berarti menuntun atau memimpin. Istilah ini awalnya digunakan oleh Alexander Kapp, seorang pendidik dari Jerman, pada tahun 1833, dan kemudian dikembangkan menjadi teori pendidikan orang dewasa oleh pendidik Amerika Serikat, Malcolm Knowles.
Teori Knowles dapat dinyatakan dengan enam asumsi terkait dengan motivasi belajar:
1.                  Need to Know: Orang dewasa perlu tahu alasan untuk mempelajari sesuatu.
2.                  Foundation: Pengalaman (termasuk kesalahan) sebagai dasar pembelajaran.
3.                  Self-Concept: Orang dewasa harus bertanggung jawab atas keputusan dalam pembelajaran; keterlibatan dalam perencanaan dan evaluasi pengajaran mereka.
4.                  Readiness: Orang dewasa paling tertarik dengan materi yang berkaitan langsung dengan kehidupan mereka.
5.                  Orientation: Pembelajaran orang dewasa lebih terpusat pada masalah dariapada isi.
6.                  Motivation: Orang dewasa merespon motivasi internal lebih baik daripada motivasi eksternal.
Andragogi menargetkan orang dewasa sebagai warga belajarnya. Di sini, pengajar bersifat sebagai fasilitator bukan orang yang berkuasa atas kelas. Pengajaran model ini banyak ditemui dalam bangku universitas. Pada perguruan tinggi, pengajar, dalam hal ini dosen, berperan hanya sebagai faasilitaor yang memfasilitasi para mahasiswa dalam melakukan diskusi kelas, maupun presentasi. Dosen bukan lagi satu-satunya orang yang memberikan ilmu pengetahuan di sini. Hubungan ini juga terkesan terbuka antara dosen dan mahasiswanya. Para mahasiswa di sini bukan lagi “gelas kosong yang harus di isi” melainkan “gelas yang sudah berisi”. Para mahasiswa, dengan pengalamannya masing-masing dapat menambah wawasan mahasiswa lainnya dengan bebas mengemukakan pendapatnya di dalm kelas. Di sini terciptalah proses pembelajaran diri. Berbeda dengan pedagogi, dalam andragogi murid berpartisipasi aktif di dalam kelas bukan lagi sebagai penerima pasif seperti di bangku SD. DAlam andaragogi, materi ajar tidak lagi ditentukan secara kaku oleh guru. Materi ajar dapat berupa judul-judul yang memang penting bagi peserta belajar. Mahasiswa tidak lagi dituntut untuk menguasai seluruh mata pelajaran seperti di sekolah, hanya sebagian kecil saja yang relevan dengan jurusan yang diambilnya. Di sini juga mahasiswa diaja untuk memecahkan masalahnya sendiri karena ia sudah memiliki pengalaman yang cukup. Materi ajar juga disampaikan secara menarik dan umumnya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.


Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Andragogy
http://en.wikipedia.org/wiki/Pedagogy

Syauqina Batubara (13-082)

Related Posts

0 komentar